Sabtu, 23 Mei 2015

Atas Asung Kertha Waranugrhaha Idang Sang Hyang Widhi Wasa, Sinopsis dari Prasasti Pasek Dangka Selisihan Klungkung ini dapat diterjemahkan dan diringkas kedalam bahasa Indonesia. Tujuan dari ringkasan riwayat ini tidak lain adalah untuk dapat dimengerti, dipahami kemudian dijadikan pelajaran yang berharga mengingat betapa pentingnya sebuah sejarah nenek moyang kita terdahulu. Ada begitu banyak terjemahan Prasasti, namun sukar untuk dimengerti, terlebih lagi ada beberapa kata-kata kurang dipahami khususnya sebagian orang awam.
Dan berikut kami ringkas dan terjemahkan jalan cerita atau sinopsis Prasasti Pasek Dangka. Dumogi mawiguna.


Leluhur Panca Tirtha
       Sebagai pendahuluan cerita, tersebutlah dikawasan Jawa ada seorang brahmana maha sakti bernama Danghyang Bairasatwa. Beliau kemudian memiliki dua putra yang salah satunya Danghyang Tahunun atau Mpu Lampita. Beliau adalah pendeta Budha, pandai dan bijaksana seperti ayahnya. Mpu Lampita kemudian memiliki lima putra yang kemudian dikenal dengan Panca Tirtha. Istilah penamaan Panca Tirtha ini diberikan kepada putra-putra Mpu Lampita karena jasanya masing-masing dalam perkembangan agama Hindu di Bali, adapun putra-putra beliau yaitu ;
1. Mpu Gnijaya
2. Mpu Semeru
3. Mpu Ghana
4. Mpu Kuturan
5. Mpu Baradah


        Mpu Gnijaya adalah putra sulung yang kelak menjadi leluhur Maha Gotra Sanak Sapta Rsi.
Menurut sumber dari Babad Bali, Mpu Gnijaya beserta saudaranya diminta untuk datang ke Bali oleh raja Bali, Sri Udayana Warmadewa untuk memecahkan masalah yang pada saat itu Bali mengalami krisis kepercayaan. Namun, dari kelima saudara itu hanya Mpu Baradah yang tidak ikut serta, beliau menetap di tanah Jawa.
Keempat saudara itu kemudian datang ke Bali secara berurutan ;

1. Mpu Semeru tiba di Bali pada hari Jumat Kliwon, Pujut, bulan Februari tahun Saka 921 atau tahun 998 Masehi, kemudian berstana di Besakih.

2. Mpu Ghana tiba di Bali pada hari Senin Kliwon, Kuningan, bulan Februari tahun Saka 922 atau tahun 1000 Masehi

3. Mpu Kuturan tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon, Pahang, bulan Mei tahun saka 923 atau tahun 1001 Masehi, beliau tiba di desa Padang (Sekarang Padang Bai). Kelak disana beliau membangun tempat suci yang bernama Pura Silayukti.
Mpu Kuturan nantinya diangkat sebagai senopati kerajaan oleh Udayana. Beliau sangat berjasa karena telah menyatukan sekte Hindu dan menghilangkan krisis kepercayaan di Bali melalui Pesamuhan Agung yang dipimpinnya.

4. Mpu Gnijaya yang terakhir tiba di Bali. menurut Babad Bali, Mpu Gnijaya tiba pada tahun Saka 971 atau Tahun 1049 Masehi. Namun menurut Prasasti Pasek Dangka, Mpu Gnijaya tiba di Bali pada tahun Saka 928 atau tahun 1006 Masehi. Prasasti secara akurat mencatat bahwa beliau tiba pada hari Kamis Umanis, Dungulan, Weshakamasa atau bulan April tahun Saka 928 atau 1006 Masehi. Setelah tiba di Bali Mpu Gnijaya kemudian berstana di bukit Lempuyang dan membangun sebuah Asrama, kelak beliau nantinya membangun sebuah tempat suci disana yakni Pura Lempuyang Madya.


Perjalanan Mpu Gnijaya

Setelah tiba di Bali dan membangun sebuah asrama atau tempat suci, Mpu Gnijaya memiliki tujuh putra, yang dikenal dengan sebutan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi. ke-tujuh putra-putra beliau memiliki istri yang masing-masing berasal dari tanah Jawa. Masing-masing putra Mpu Gnijaya bernama ;
1. Mpu Ketek
2. Mpu Kananda
3. Mpu Wiradnyana
4. Mpu Witha Dharma
5. Mpu Raga Runting
6. Mpu Prateka
7. Mpu Dangka


Leluhur Ida Anglurah Kedangka

Mpu Dangka merupakan anak bungsu dari Mpu Gnijaya. Mpu Dangka memiliki istri bernama Ida Mpu Sumedang. Dari perkawinannya lahirlah putra bernama Ida Mpu Wiradangkya.

          Mpu Wiradangkya memiliki istri bernama Ni Dewi Sukerthi yang menurunkan dua anak, putra dan putri yakni, Sang Wira Dangka (putra) dan Ni Ayu Dangka (putri).

         Sang Wira Dangka kemudian memiliki istri yang bernama Sang Ayu Kamareka. Dari perkawinannya lahirlah tiga putra yaitu ;
1. De Lurah Pasek Gaduh yang kemudian bertugas di desa Peminggir, Gelgel, Klungkung. Kelak beliau menurunkan Pasek Gaduh diseluruh Bali.
2. De Lurah Pasek Ngukubin yang kemudian bertugas di desa Ngukuh, Peguyangan, Denpasar. Kelak beliau menurunkan Pasek Ngukuhin diseluruh Bali
3. Ida Anglurah Pasek Kedangka adalah putra bungsu yang yang nantinya bertugas di desa Selisihan, Klungkung. Kelak beliau menurunkan Pasek Dangka diseluruh Bali.






Perjalanan Ida Anglurah Kedangka

        Sebagai putra bungsu tentunya beliau sangat disayangi dan dihormati oleh masyarakat pada saat itu. Prasasti Pasek Dangka menerangkan, bahwa beliau Ida Anglurah Kedangka pernah menjabat sebagai Amanca Bhumi (Bupati) pada jaman Sri Gajah Wahana ( Sri Tapolung/Bedahulu). Prasasti mencatat bahwa Ida Anglurah Kedangka diangkat pada hari Senin Umanis, Sungsang, bulan Agustus tahun Saka 1257 (1335 Masehi).  Beliau mengemban tugas sebagai Anglurah yang memerintah lima wilayah dari Klungkung sampai Gianyar, yang berpusat di Klungkung.

        Setelah maha patih Kebo Iwa dapat disingkirkan oleh Gajah Mada, maka berakhirlah kekuasaan Sri Tapolung (Bedahulu) tepat pada tahun Saka 1270 (1348 Masehi).
Pada saat itu keadaan Pulau Bali menjadi tidak tentram, dimulai dari adanya perlawanan rakyat yang masih setia terhadap Sri Tapolung. Pada tahun Saka 1271 Majapahit mengirimkan utusannya yakni Sri Kresna Dalem Kepakisan untuk menentramkan Bali.

         Pada pemerintahan Sri Kresna Dalem Kepakisan, keadaaan Bali mulai membaik, sehingga beliau dinobatkan menjadi raja di Bali.
Pada tahun Saka 1272 Ida Anglurah Kedangka dilantik sebagai Panglima Dulang Mangap dibawah pimpinan pasukan Ki Pasek Gelgel. Ki Pasek Gelgel adalah seorang Panglima Besar serta memiliki pengikut yang cukup besar termasuk Ida Anglurah Kedangka.


Lahirnya Pasek Dangka Selisihan

        Setelah beberapa tahun menjabat sebagai kepala pasukan akhirnya Ki Pasek Gelgel dan Ida Anglurah Kedangka bersepakat untuk mengundurkan diri dengan alasan sudah lanjut usia dan harus mengurus para keturunan dan keluarga-keluarga beserta pengikutnya. Prasasti tidak mencatat kapan terjadinya pengunduran diri mereka.
Singkat cerita mereka akhirnya masing-masing memutuskan untuk membangun sebuah pemukiman, Ki Pasek Gelgel menuju barat laut tepat di desa Aan. dan Ida Anglurah Kedangka lebih menetap di daerah peristirahatan yang kelak nantinya bernama Toya Bulan (Yeh Bulan).
Walaupun pengikut Ida Anglurah Kedangka tidak sebanyak Ki Pasek Gelgel, beliau tetap tidak ikut serta dan tidak melanjutkan perjalanan mengikuti Ki Pasek Gelgel.
Suatu ketika Ida Anglurah Kedangka membangun tempat suci sebagai sarana pemujaan Sang Hyang Basuki (Besakih). Disana beliau melaksanakan tapa yoga dan kelak bukit itu disebut bukit Pucak (Pucak Sari/Pucak Jati?).
Beliau kemudian menetap di lembah bukit yang kelak nantinya daerah itu bernama Selisihan. Daerah yang ditempati beliau akhirnya dibangun sebuah pura kawitan yang kita kenal sampai saat ini yaitu Pura Kawitan Pasek Dangka. 
      
        Riwayat Ida Anglurah Kedangkan diterangkan juga dalam prasasti bahwa beliau mempunyai putra-putra yang kemudian menurunkan Kawitan Pasek Dangka yang tersebar dibeberapa daerah, antara lain ;
1. Pasek Dangka Taro, terletak di desa Tegalalang kabupaten Gianyar.
2. Pasek Dangka Penida, terletak di desa Penida kabupaten Bangli
3. Pasek Dangka Banjarangkan, terletak di desa Nyalian kabupaten Klungkung
4. Pasek Dangka Selisihan, terletak di desa Selisihan kabupaten Klungkung

       Dari empat putra, hanya satu yang menetap di Selisihan, yakni sibungsu. Sebagai putra bungsu, memang seharusnya untuk menjaga ''rumah/kampung halaman'', peninggalan leluhur dan filsafat yang diwariskan oleh leluhurnya. Dengan demikian kesimpulan yang dapat dipetik dari prasasti bahwa kawitan Pasek Dangka Selisihan yang menjadi dasar para keturunan Ida Anglurah Kedangkan.

       Catatan :
        Ada kalimat yang terdapat dalam Prasasti bahwa setelah pamit dari Dalem (Kerajaan Gelgel) Ida Anglurah Kedangka berjalan menuju barat laut, lalu beliau diam disuatu tempat yang terdapat ''pohon kembar'' yang begitu indah dan tenang, dan disanalah beliau beryoga.

        *Jika ditelusuri, kemungkinan ''pohon kembar'' yang dimaksud di prasasti adalah dua bukit kembar yang mengapit wilayah yang sekarang bernama Desa Selisihan.
Selisihan yang memiliki kata dasar Selisih (Mengurangi/Membagi). Dan disanalah Ida Anglurah Kedangka membagi wilayah tersebut menjadi sawah, pemukiman, tegal, dan lainnnya untuk ditempati.

       Sumber : Salinan Prasasti Dalam Bentuk Naskah, Prasasti Pasek Dangka, dan Babad Bali



Disusun oleh : Semeton Pasek Dangka | Suksma sampun rauh ring Situs puniki , Dumadak Rahayu